Kehidupan sama dengan deretan abjad. Jika tidak dirangkai, abjad itu tak lebih dari benda mati. Namun, ketika tersusun dengan pola tertentu, ia dapat menjadi ekspresi dari sebuah kegembiraan, optimisme, kemarahan, kesedihan, kegetiran, kekhawatiran, atau kebingungan.
Di luar sana banyak tersaji gemerlap cahaya yang hampa. Sinarnya tidak menenangkan, tetapi membuat silau dan gelap mata.
Waktu adalah hakim sejati. Ia dapat membuktikan tanpa berkata dan ia dapat menunjukkan tanpa memerintah.
Orang tangguh adalah mereka yang tahu kapan harus menggunakan kekuatan dan kapan menghentikannya. Bertindak tanpa hati hanya akan menimbulkan bencana karena hati merupakan saringan jiwa yang sangat jujur.
Orang bijak adalah mereka yang bisa menempatkan diri kapan harus mengenakan topeng dan kapan harus melepasnya.
Hidup adalah kumpulan proses memilih. Memilih antara baik dan buruk, antara jalan Tuhan dan jalan setan, antara surga dan neraka, antara ya dan tidak, antara maju dan mundur, antara jujur dan dusta.
Kita tidak boleh menyalahkan hidup karena hidup tidak pernah salah.
Hati adalah cerminan diri kita. Layaknya sebuah cermin, apabila selalu digosok dengan kain yang bersih, ia akan memberikan pantulan yang bersih dan bening. Namun, jika kita biarkan berdebu dan akhirnya berkarat, bayangan yang timbul pun akan semuram cermin tersebut.
Ikhlas dan bersyukur akan senantiasa membuat cermin itu berkilat. Hanya dengan cermin yang bening kita bisa memilih hidup kita.
Kadang kita harus memendam dan mengorbankan perasaan kita untuk sesuatu yang bagi kita sendiri susah dimengerti.
Keyakinan bukan soal Tuhan semata. Ia lebih dari itu. Agama bukanlah soal surga dan neraka. Agama bukanlah kau pergi ke masjid atau ke gereja, tapi itu adalah soal kebutuhan manusia.
Sejatinya manusia membutuhkan agama untuk mengarahkannya ke jalan yang benar.
Ikan dan air sama seperti manusia dan agama. Agama adalah air dan manusia adalah ikan yang hidup di dalamnya. Kita butuh agama untuk dapat hidup walau agama tidak membutuhkan kita untuk mengisinya. Ikanlah yang butuh air, bukan air yang butuh diisi oleh ikan.
Masalah derita hidup, kesusahan, kemiskinan, atau kekayaan serta kemewahan bukan akibat dari manusia beragama atau tidak.
Kemiskinan dan kekayaan, bahagia dan susah, adalah dua potong kayu yang selalu bergantian muncul di permukaan air. Agama bukan soal susah-senang, bukan miskin-kaya. Ia alat yang dapat mengarahkan kita untuk menyikapi tongkat apa yang sedang muncul di permukaan air.
Beberepa orang mendefinisikan agama sebagai sesuatu yang nyata dan dapat dibuktikan dengan nalar manusia. Padahal sebagian dari agama adalah sesuatu yang tak kasat mata, yang tak mampu dinalar dengan otak manusia yang terbatas. Ia membutuhkan keyakinan dari hati, bukan dari akal.
Tak sepantasnya seorang manusia menukarkan keyakinannya atas nama apa pun. Bukan karena cinta, harta, ataupun dunia lainnya. Karena keyakinan terlalu suci untuk ditukar dengan yang lain.
Cinta itu suci. Dan karena kesuciannya itu, tidaklah pada tempatnya cinta mengorbankan sesuatu yang suci lainnya.
Cinta itu tumbuh dari hati, tidak pernah memilih di mana ia akan tumbuh dan kapan ia akan mati. Cinta akan datang dan pergi pada saat yang tepat.
Urusan cinta dan kasih sayang itu urusan hati. Cinta bukanlah hasil kompromi, kesepakatan, atau musyawarah.
Inti dari cinta adalah keyakinan dalam arti yang luas, yaitu keyakinan akan adanya sebuah kepasrahan pada pasangan kita, kejujuran dan keterbukaan.
Cinta adalah sesuatu yang putih, sedangkan nafsu adalah perwujudan cinta yang hitam.
Belajarlah dari laut yang dingin dan tenang. Laut mampu menampung segala macam beban penderitaan. Ia tidak pernah mengeluh atas takdirnya sebagai muara bagi sungai-sungai yang keruh. Ia hanya menampung dan mengalirkannya.
Cinta adalah sesuatu yang suci dan akan berjalan di atas kesucian itu sendiri.
pesen donk novel nya
BalasHapusLangsung ke toko buku aja. Pasti masih banyak stocknya. Kalau kehabisan kan bisa dipesan.
HapusSoalnya, saya tidak jualan. Saya hanya menuliskan kembali pesan bijak yang ada di dalam novel tersebut.