Mendoakan Non-Muslim
Sepengetahuan saya, tidak ada larangan bagi seorang Muslim mendoakan kesejahteraan, kemudahan dan lainnya kepada Non-Muslim. Bukan hanya duniawi, ukhrawi pun dipersilakan, misalnya memohonkan agar dia diberi petunjuk, diberi hidayah. Hal ini sebagaiman doa Nabi Muhamamd ketika dilempari oleh orang-orang Thaif yang Non-Muslim dan musyrik, Rasulullah saw berdoa: "Ya Allah, berilah hidayah (petunjuk) kepada mereka, karena mereka tidak mengetahui".
Bukan hanya diperbolehkan memohonkan petunjuk, bahkan, meminta dimaafkan atas dosa-dosanya pun juga diperbolehkan. Seringkali banyak orang memahami kurang tepat, bahwa orang Islam tidak boleh mendoakan Non-Muslim termasuk tidak boleh memohon agar dimaafkan kesalahan-kesalahannya berdasarkan firman Allah dalam surat al-Taubah: 113, yang artinya:
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam".
Sepengetahuan saya, tidak ada larangan bagi seorang Muslim mendoakan kesejahteraan, kemudahan dan lainnya kepada Non-Muslim. Bukan hanya duniawi, ukhrawi pun dipersilakan, misalnya memohonkan agar dia diberi petunjuk, diberi hidayah. Hal ini sebagaiman doa Nabi Muhamamd ketika dilempari oleh orang-orang Thaif yang Non-Muslim dan musyrik, Rasulullah saw berdoa: "Ya Allah, berilah hidayah (petunjuk) kepada mereka, karena mereka tidak mengetahui".
Bukan hanya diperbolehkan memohonkan petunjuk, bahkan, meminta dimaafkan atas dosa-dosanya pun juga diperbolehkan. Seringkali banyak orang memahami kurang tepat, bahwa orang Islam tidak boleh mendoakan Non-Muslim termasuk tidak boleh memohon agar dimaafkan kesalahan-kesalahannya berdasarkan firman Allah dalam surat al-Taubah: 113, yang artinya:
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam".
Perlu ditegaskan, tidak bolehnya mendoakan dan memohonkan ampun atas dosa-dosa Non muslim itu apabila mereka telah meninggal dunia dan telah jelas-jelas orang musyrik, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas: sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam". Adapun apabila mereka masih hidup di dunia, kita tidak mengapa mendoakan mereka baik duniawi ataupun ukhrawi. Imam at-Thabari dalam Tafsirnya, sangat jelas mengungkapkan hal ini. Beliau mengatakan: "Larangan di atas apabila mereka telah meninggal dunia dan telah jelas-jelas sebagai penghuni neraka, adapun kalau masih hidup, maka Muslim dianjurkan untuk mendoakan mereka" (dapat dilihat dalam Tafsir al-Thabari ketika menafsirkan ayat 113 dari surat al-Taubah).
Jadi dipersilakan seorang Muslim mendoakan Non-Muslim baik doa-doa duniawi maupun ukhrawi. Islam adalah rahamat bagi semesta alam. Mari kita taburkan kedamaian, cinta kasih, toleransi ke alam dunia ini, baik terhadap sesama Muslim maupun terhadap Non-Muslim.
Mengucapkan salam kepada Non-Muslim
Dalam buku Dalil Al-Falihin dikemukakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukum memulai ucapan salam kepada orang-orang kafir. Mayoritas melarangnya tetapi banyak juga yang membolehkan antara lain sahabat Nabi, Ibnu Abbas. Namun apabila mereka mengucapkan salam, maka adalah wajib hukumnya bagi kaum Muslim untuk menjawab salam itu. Ulama sepakat dalam hal ini.
Al-Qur'an juga menyatakan bahwa, "Apabila mereka condong kepada salam (perdamaian), maka condong pulalah kepadanya, dan berserah dirilah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS Al-Anfal [8]: 61).
Perlu digarisbawahi bahwa berlaku adil terhadap Ahl Al-Kitab siapa pun mereka, tetap dituntut oleh Al-Qur'an. Ulama-ulama Al-Qur'an menguraikan bahwa Nabi saw. pernah cenderung mempersalahkan seorang Yahudi yang tidak bersalah - karena bersangka baik terhadap keluarga kaum Muslim yang menuduhnya. Sikap Nabi tersebut ditegur langsung oleh Allah dengan menurunkan surat An-Nisa, [4]: 105.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya engkau mengadili antar manusia dengan apa yang Allah wahyukan kepadamu. Dan janganlah engkau menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat."
Berteman dengan Non-Muslim
Bagi siapa saja yang masih merasa enggan, bahkan takut, mendoakan atau mengucapkan salam kepada Non-Muslim, namun pada saat yang sama memilih untuk berteman dengan mereka, saya ingin bertanya: untuk apa Anda berteman dengan mereka? Manfaat apa yang Anda harapkan dari pertemanan itu? Manfaat untuk diri Anda sendiri? Memanfaatkan mereka? Parah wal payah!
Jika Anda tidak mengharapkan kebaikan bagi mereka, apalagi merasa senang atas kesusahan mereka, namun tetap "memelihara" pertemanan dengan mereka, tidakkah dalam hal ini Anda telah secara sadar mengeksploitasi sesama manusia? Adilkah? Bukankah pertemanan, dengan siapapun juga, seharusnya dilandasi oleh ketulusan, harapan akan kebaikan bersama, perhatian, serta saling pengertian?
Bagi saya, mengucapkan salam atau mendoakan Non-Mulim adalah usaha terkecil untuk membuka hati mereka bagi hidayah Allah. Bukankah Allah menjamin akan mengabulkan doa dari hati yang tulus?
Sungguh aneh bagi mata saya ketika melihat sementara orang yang sangat bersemangat dalam berdebat dengan Non-Muslim dengan cara-cara yang mereka benci sehingga hanya mengundang caci maki, namun pada saat yang sama takut untuk berlaku santun yang mengundang keakraban dengan mereka. Tidakkah engkau berpikir? Ke manakah nuarimu?
Salam sejahtera. Muhammad Abid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar